Mahkamah Konstitusi yang belum memberikan putusan tegas dalam kasus Ciptaker, dianggap tunduk pada administrasi.

Fikrirasy.ID – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 17 LBH di seluruh Indonesia dapat dengan tegas menyatakan ketidakabsahan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dalam sidang resmi UU 11/2020 tentang Ciptaker oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang diselenggarakan pada November 2020. dievaluasi sebagai no. Kamis (25/2020). Nopember 2021). Meski menyatakan UU Hak Cipta inkonstitusional, MK masih belum mengambil sikap tegas.

“Seharusnya MK mengambil keputusan dengan hanya menetapkan ‘pembatalan’ agar tidak membingungkan dan tidak memaafkan pelanggaran tersebut,” kata Ketua Advokasi YLBHI Muhammad Inur dalam keterangannya, Kamis.

Isur melihat hal itu menciptakan ketidakpastian hukum. Bahkan, empat dari sembilan hakim berbeda pendapat karena menganggap undang-undang hak cipta sudah sesuai dengan konstitusi.

Saat Ketua YLBHI Muhamad Isur bertemu Suara.com di Setiabudi, Jakarta Selatan.  (Suara.com/Yaumal)
Saat Ketua YLBHI Muhamad Isur bertemu Fikrirasy.ID di Setiabudi, Jakarta Selatan. (Fikrirasy.ID/Yaumal)

Selain itu, Isur memandang putusan MK sebagai putusan kompromistis yang hanya mengakui sebagian permohonan Penggugat III, Penggugat IV, Penggugat V, dan Penggugat VI. Menurut posisi Inur, sikap MK seolah menjawab ketidakpercayaan publik.

Baca juga:
Putusan MK, YLBHI Desak Pemerintah Stop Penggunaan UU Hak Cipta

“Putusan MK itu seolah menegaskan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap MK, yang harus dibuktikan oleh pemerintah,” katanya.

Sidang Putusan UU Perumahan JR di Mahkamah Konstitusi

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memerintahkan DPR RI untuk mengubah UU Cipta Kerja Nomor 11 atau Omnibus Act dalam waktu dua tahun. Hal ini menjadi putusan MK dalam uji materi yang disebut judicial review yang diajukan oleh serikat pekerja.

Menyatakan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) adalah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Indonesia Tahun 1945, Ketua MK Anwar Usman, Ketua MK, siang tadi Saat membacakan putusan, beliau berkata, “Sekarang sudah dua tahun sejak putusan diucapkan, tidak mempunyai kekuatan hukum bersyarat kecuali ditafsirkan sebagai tidak dikoreksi.”

Baca Juga:  Tim e-sports Indonesia GPX, runner-up di Free Fire Asia Championship
Pada Rabu pagi, 20 Mei 2020 (20 Mei 2020) ada sidang pengujian Peraturan Pemerintah (Perppu) Pengganti Undang-Undang tentang Kebijakan Fiskal Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19. [Suara.com/Stephanus Aranditio]
Hakim Anwar Usman dari Mahkamah Konstitusi. [Suara.com/Stephanus Aranditio]

Namun, UU Penciptaan Ketenagakerjaan tetap berlaku.

Baca juga:
MK Perintahkan DPR Amandemen UU Ciptaker, Pemohon Apresiasi Potongan Rambut

Anwar mengatakan, “Sampai formasi diperbaiki, tetap berlaku sesuai waktu yang ditentukan dalam keputusan ini.”

Namun, jika dalam waktu dua tahun tidak ada perbaikan, UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional.

Anwar mengatakan, “Jika perbaikan tidak dilakukan dalam batas waktu tersebut, Undang-Undang tentang Penciptaan Lapangan Kerja 11/2020 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) ” akan menjadi inkonstitusional secara permanen. .



Terimakasih Ya sudah membaca artikel Mahkamah Konstitusi yang belum memberikan putusan tegas dalam kasus Ciptaker, dianggap tunduk pada administrasi.

Dari Situs Fikrirasy ID