Fikrirasy.ID.CO, Jakarta – Kanal Tekno berusaha merangkum peristiwa sains, lingkungan, digital, dan game yang pernah mengungkap Indonesia dan dunia—hingga di luar Bumi—sepanjang tahun ini dalam Kaleidoskop 2021. Popularitas lewat tingkat keterbacaan artikelnya menjadi parameter utamanya.
Kita sudah sampai di Kaleidoskop 2021 periode Juli-Agustus. Berikut ini tujuh peristiwa terpilihnya,
Juli
Panic Buying Susu Beruang Merk
Sebuah video berisi panic buying konsumen berebut susu dalam kemasan kaleng merek Bear Brand viral di media sosial di tanah air. Produk susu itu diburu di tengah-tengah kasus infeksi Covid-19 yang melonjak tinggi dan rumah sakit-rumah sakit penuh dengan pasien yang membutuhkan perawatan karena penyakit itu.
Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB University, Epi Taufik, menjelaskan kandungan dari susu Bear Brand. Susu yang sempat viral itu, kata Epi, adalah salah satu jenis susu steril dan/atau UHT. “Perbedaan yang biasanya ada pada bahan baku atau formulasi susu steril/ UHT tersebut,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang dibagikan.
Menurut Epi, prinsip-prinsip dasar dari kualitas nutrisi pangan, termasuk susu, adalah semakin segar bahan-bahan tersebut saat dikonsumsi, maka kandungan nutrisinya relatif masih lengkap. “Dalam konteks susu, maka susu pasteurisasi masih memiliki kandungan gizi alami yang relatif masih lengkap dibandingkan dengan susu UHT/steril,” ujar dia.
Baca:
Pakar Teknologi Peternakan IPB Bicara Susu, Bear Brand, dan Covid-19
Pro dan Kontra Ivermectin Obat Corona
Banyak kalangan mendesak penggunaan obat antiparasit yang generik, ivermectin, secara luas sebagai obat Covid-19. Bersama dengan khasiatnya melindungi hewan dari parasit cacing, obat ini juga sudah digunakan manusia selama bertahun-tahun dalam bentuk pil dan krim untuk keluhan seperti kudis (penyakit kulit karena tungau), kutu di kepala, dan buta sungai atau kebutaan karena infeksi cacing.
Ivermectin sudah sejak lama disanjung sebagai obat ajaib dan penemunya William C. Campbell dan Satoshi Mura sampai dianugerahi Hadiah Nobel Kedokteran pada 2015 karena multikhasiat obatnya itu. Kini, membuktikan membuktikan mereka yang berhasil lolos dari gejala infeksi virus corona SARS-CoV-2 berkat obat yang sama.
Tapi Badan Pengawas Obat dan Makanan bergeming. BPOM mengikuti panduan dari WHO dengan tidak merekomendasikan ivermectin untuk mengobati Covid-19 di luar uji klinis. Badan ini bahkan mendatangi dan memberi sanksi pabrik PT Harsen Laboratories, produsen obat Ivermectin dengan merek dagang Ivermex 12 mg, karena dianggap tidak kooperatif.
Baca:
BPOM Bergeming, Ini Sebab Ivermectin Belum Membebankan Luas
Varian Delta Plus
Varian Delta Covid-19 sudah menjadi dominan di berbagai negara. Data epidemiologi period 28 Juni-4 Juli dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebutkan bahwa kini varian itu telah menyebar di 104 negara di dunia.
Namun, belum selesai dengan varian Delta, varian baru yang diberi nama Varian Delta Plus muncul. Varian yang juga dikenal sebagai B.1.617.2.1 atau AY 1 ini menjadi sub varian baru yang menarik komunitas medis, karena memiliki mutasi yang memungkinkan virus menyerang sel paru-paru dengan lebih baik dan kemungkinan lolos dari vaks.
Mutasi tambahan itu ada pada protein spike yang disebut K417N.
Baca:
Waspada Covid-19 Varian Delta Plus, Ini Bedanya dengan Delta
GeNose Ditinggalkan
Pengembang alat pendeteksi Covid-19 GeNose dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengatakan bahwa perangkat berbasis embusan napas itu masih berada di tengah masyarakat. Meski telah ditarik dari sektor transportasi, alat masih dipakai di sejumlah sektor lain.
Peserta melakukan tes Covid-19 menggunakan GeNose sebelum mengikuti program hapus tato gratis di Masjid Baitul Muhyi, Jakarta Timur, Jumat, 30 April 2021. Fikrirasy.ID/Muhammad Hidayat
“Tidak digunakan lagi di sektor transportasi bukan berarti GeNose tak menjadi alat skrining Covid-19 alternatif di sektor lain,” kata anggota tim peneliti dan pengembang GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra, Senin 12 Juli 2021.
Dian mengatakan GeNose masih dioperasikan untuk mendeteksi penularan Covid-19 di sektor kesehatan dan korporasi. Termasuk di rumah sakit-rumah sakit. Dia mengaku masih terus mengembangkan data hasil tes yang melalui alat, juga kualitas pelayanannya. Proses validasi eksternal oleh Universitas Airlangga dan Universitas Indonesia juga masih jalan.
Ge Nose dinilai sebagian kalangan tak mampu mencegah ledakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Baca:
GeNose Setelah Kasus Covid-19 Meledak, Peneliti: Masih Dipakai
Terimakasih Ya sudah membaca artikel Kaleidoskop 2021: Ivermectin Jadi Pro dan Kontra, GeNose Ditarik Massal
Dari Situs Fikrirasy ID