Arief Munandar: Persiapan Kelas

Gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004 bukan satu-satunya penyebab kematian di Indonesia. Tsunami setinggi 30 meter itu merenggut nyawa lebih dari 244.000 orang di sembilan negara.

Arief Munandar, seorang Acane, kehilangan 25 anggota keluarga, termasuk orang tua, istri, dan anak. saat hadir sebagai tamu tendang andyPria kelahiran Banda Aceh 54 tahun lalu itu mengatakan, suasana kembali sepi di pagi hari pascagempa.

Dia pergi ke kedai kopi. Tapi dia mendengar warga berteriak tentang kenaikan permukaan laut, belum lagi minum kopi. Ariev yang hendak pulang ke rumahnya yang berjarak 1,5 km, tersapu ombak selama perjalanan. Ia bisa menyelamatkan diri berkat ban mobil yang dibawa burung untuk mencapai pohon kelapa.

Setelah tsunami mereda, Arief menghabiskan beberapa hari mencari keluarganya. Selama penggeledahan, ia juga ikut serta dalam pengangkutan jenazah. Saking kelelahannya, Arief dipingsankan dan dikira sudah meninggal, lalu dimasukkan ke dalam karung jenazah.

“Kemudian saya kelelahan dan mencoba minum tanpa makan, dan entah bagaimana pingsan, dan ketika saya terbangun di dalam kantong mayat saya berteriak untuk membukanya,” kenangnya.

Dia kehilangan hampir seluruh keluarganya, tapi Arief tahu tsunami bisa memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana. Setelah menikah dengan wanita yang juga korban tsunami, Arief bergabung dengan organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) dan dua tahun kemudian (2007) dalam bencana Taruna Siaga (Tagana). Tekadnya untuk terlibat dalam sosialisasi kesiapsiagaan bencana, termasuk pentingnya sistem peringatan dini.

Ketika gempa bumi melanda Sumatera bagian barat pada 2009, Arief dikerahkan ke sana untuk membantu para korban. Tak hanya itu, ia mengajak para penyintas untuk membantu korban lainnya karena bersama-sama bisa saling menguatkan.

Baca Juga:  Bentrokan warga Nduga-Lanny Jaya, Papua, 3 terluka terkena panah

Pada tahun 2017, beliau bergabung dengan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) sebagai pegawai komunikasi nirkabel, dimana ia bekerja sebagai teknisi komunikasi nirkabel. Jika terjadi gempa, Arif pergi ke musala desa dan menyiarkan peringatan dan laporan keadaan sekitar.

Selama tinggal di Aceh Besar, Arief juga membangun sikap sadar bencana dalam keluarganya. Anak-anak telah belajar untuk mengungsi sendiri. Di rumah, selalu sediakan tas kebutuhan darurat, seperti selalu mengisi bahan bakar sepeda motor dan dengan posisi parkir menghadap ke luar untuk kemudahan penggunaan jika terjadi evakuasi. (*/M-1)




Terimakasih Ya sudah membaca artikel Arief Munandar: Persiapan Kelas

Dari Situs Fikrirasy ID