Jakarta, CNN Indonesia —
dalam banyak kasus kekerasan seksual Itu tidak dilacak dalam pengaturan universitas. Hal ini mendorong Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek). Nadiem Makarim Mengumumkan aturan khusus.
Peraturan tersebut ada dalam Permendikbudristek No. 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). 30.
Plt. Nizam, Direktur Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, mengatakan banyak korban kekerasan seksual di kampus yang takut melapor. Mereka juga mengalami trauma.
Nizam mengatakan Senin (8/11), “Kebanyakan orang takut melaporkan kekerasan seksual, dan kasus kekerasan seksual membuat korban trauma. Ini menunjukkan betapa mendesaknya regulasi ini.”
Permendikbud PPKS mengatur tentang pencegahan kekerasan seksual, termasuk membatasi pertemuan mahasiswa dengan pendidik/pendidik di luar jam kampus.
Di dalamnya juga diatur definisi dan jenis-jenis kekerasan seksual, cara penanganannya bila terjadi, dan sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual.
Penolakan kelompok publik dan partai politik
Permen yang ditandatangani Nadiem pada 31 Agustus lalu menunjukkan reaksi beragam. Beberapa Ormas Islam mengkritik Permendikbud PPKS karena dianggap melegalkan seks bebas.
Misalnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan Pasal 5 Permendikbud PPKS bisa berarti legalisasi seks di luar nikah berdasarkan persetujuan.
Lincolin Arsyad, Ketua Panitia Penelitian dan Pengembangan Perguruan Tinggi PP Muhammadiyah, mengatakan pada hari Senin bahwa “kecuali ada paksaan, penyimpangan ini adalah benar dan dapat dibenarkan.” 8/11).
Sebuah kelompok bernama Komite Ormas Islam (MOI) memiliki pandangan serupa. Mereka menilai Permendikbud PPKS telah mengadopsi draf lama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang melegalkan perzinahan.
Menurut mereka, meski berhubungan seks di luar lembaga perkawinan, legalisasi tersembunyi dalam kalimat ‘tidak ada paksaan’.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengambil sikap lebih tegas. Melalui forum Ijtima’, organisasi yang terdiri dari berbagai kelompok Islam itu meminta pemerintah mencabut Permendikbud PPKS.
Rekomendasi Ijtima Ulama yang terbaca di forum tersebut berbunyi: “Saya meminta pemerintah untuk membatalkan atau setidaknya mengevaluasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.”
MUI menilai penerbitan Permendikbud PPKS tidak mengikuti prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan tahun 2011.
MUI juga menilai isi PPKS Permendikbud bertentangan dengan syariat, Pancasila, UUD 1945 dan nilai-nilai budaya negara.
MUI mengatakan, “Ketentuan berdasarkan frasa ‘tanpa persetujuan korban’ Permendikbud, Ristek 30 Tahun 2021 tidak sesuai dengan nilai-nilai Syariah, Pancasila, dan UUD 1945.”
Desakan perubahan Permendikbud ini di DPR datang dari Gerindra dan PKS. Dua partai pendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2019 juga melihat aturan itu melegalkan seks bebas.
Komite X DPR RI Fraksi Gerindra Himmatul Aliyah menuding Permendikbud PPKS tidak mementingkan nilai-nilai agama.
Himatul mengatakan, “Permendikbudristek (Pasal 5) ini mendefinisikan aktivitas seksual sebagai kekerasan seksual karena tidak mendapatkan persetujuan korban, dan bahkan tidak mempertimbangkan pentingnya nilai-nilai agama yang diterima dan diyakini oleh masyarakat Indonesia.” Dalam keterangan tertulis, Rabu (11/10). .
Ia mengatakan aturan yang dikeluarkan Nadiem mengabaikan nilai-nilai agama sebagai pendekatan pencegahan dan pemberantasan kekerasan seksual di kampus. Dia mendesak Nadiem untuk mengubah Permendikbud ini agar sesuai dengan nilai-nilai agama.
“Alih-alih mencegah kekerasan seksual, keabadian dan penelitian dan teknologi ini memungkinkan aktivitas seksual di kampus yang bertentangan dengan nilai-nilai agama,” katanya.
Nadem menjawab klaim tersebut
Tak lama setelah peraturan tersebut ditentang keras oleh banyak parpol, Nadiem mengungkapkan alasan dirinya mengeluarkan Permendikbud PPKS.
Menurut Nadiem, ia mengeluarkan peraturan tersebut sebagai tanggapan atas kekhawatiran dari akademisi, khususnya mahasiswa, bahwa tidak ada peraturan untuk menangani dan melindungi kekerasan seksual di kampus.
Nadiem mengatakan banyak kasus kekerasan seksual yang belum terselesaikan karena perguruan tinggi tidak memiliki kebijakan yang mengatur masalah tersebut.
“Oleh karena itu tidak mungkin tanpa membuat mahasiswa merasa aman di kampus sebelum membenarkan dan meningkatkan kualitas pendidikan,” jelasnya pada acara Mata Najwa, Rabu (10/11).
Ia mengatakan, banyak korban kekerasan seksual yang mendapat stigma ketika mereka mencoba melaporkan kasusnya. Bahkan, kecil kemungkinan kasus kekerasan seksual yang terungkap selama ini hanyalah puncak gunung es.
“Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa tinggal diam,” kata Nadiem.
Infografis berbagai tindakan pelecehan seksual. (CNN Indonesia/Asfahan Yashi) |
Data Kasus Kekerasan Seksual Kampus
Baca halaman selanjutnya
Terimakasih Ya sudah membaca artikel Kelebihan dan kekurangan PPKS Permendikbud di tengah pandemi
Dari Situs Fikrirasy ID