Jakarta, CNN Indonesia —
Pemimpin MPR Tiba-tiba marah dan marah. Mereka tiba-tiba mendesak Presiden Joko Widodo.jokowi) memecat menteri keuangan Sri Mulyani.
Kemarahan itu dipicu oleh kebijakan pemotongan anggaran MPR Sri Mulyani. Hal itu juga memicu kemarahan ketika Sri Mulyani tidak menghadiri beberapa undangan rapat MPR.
Karena masalah ini, Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad mengatakan Ani, yang biasa disapa Menteri Keuangan, tidak kompeten dalam mengelola anggaran negara. Dia menilai pemotongan anggaran MPR tidak perlu dilakukan karena jumlah pimpinan kini bertambah dari lima menjadi sepuluh.
Fadel kepada wartawan di Gedung DPR Jakarta, Selasa (30/11), “MPR ini punya 10 pimpinan, tapi kemudian ada 5 dan kemudian 10. Anggaran untuk MPR ini benar-benar berkurang dan terus turun.”
Sementara itu, Ketua MPR Bamsoet memaknai ketidakhadiran Ani sebagai sikap tidak hormat terhadap lembaga negara yang dipimpinnya.
“Ini menunjukkan Sri Mulyani tidak menghormati MPR sebagai lembaga tinggi negara,” ujarnya.
Berbeda dengan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, masalah Sri Mulyani berkaitan dengan etiket hubungan kelembagaan. Jazilul mengklaim tidak ada masalah dengan pemotongan anggaran pada 2022.
Dia mengimbau para menteri terpilih dua periode Presiden Jokowi untuk lebih memahami dan menghormati lembaga negara lainnya agar tidak menimbulkan kontroversi dan perselisihan.
“Ini bukan soal pemotongan anggaran, ini soal tata krama kelembagaan negara,” kata Jazilul kepada Fikrirasy.ID, Rabu (1/12).
Menanggapi hal tersebut, Menkeu melalui akun Instagram @smindrawati mengaku tidak hadir dalam dua undangan MPR yaitu 27 Juli 2021 dan 28 September 2021. Ani mengaku tidak menghadiri undangan pertama karena jadwal yang bentrok. Saya harus menghadiri rapat internal presiden.
Undangan kedua adalah menunda rapat dengan MPR karena Ani berhalangan hadir karena harus menghadiri rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI untuk membahas APBN 2020.
Menurutnya, hal itu harus dilakukan oleh semua kementerian dan lembaga dalam hal penganggaran. fokus kembali Empat kali termasuk MPR. memfokuskan kembali Anggaran ini untuk membantu respon negara terhadap COVID-19.
memfokuskan kembali Anggaran tersebut juga dialokasikan untuk menerima subsidi upah bagi masyarakat miskin, mendukung usaha kecil dan meningkatkan penerimaan bantuan sosial.
Sri Mulyani berpendapat anggaran untuk kegiatan MPR tetap akan ditopang oleh APBN. Ia juga akan menghormati semua lembaga negara, termasuk anggota parlemen.
Sebuah forum masyarakat kongres (Formappi) bahkan mengkritik sikap MPR yang dianggap kekanak-kanakan. Menurut peneliti Formafi Lucius Karus, sikap ini menunjukkan bahwa para politisi seolah-olah sudah kehilangan akal karena MPR hanya mementingkan kepentingan lembaganya sendiri. Menurutnya, alasan MPR menyerukan pencopotan Sri Mulyani tidak mencerminkan kebijakan pimpinan MPR.
Lucius menilai MPR seolah lupa bahwa anggaran yang ditetapkan APBN bukan semata-mata kehendak Menteri Keuangan. Anggaran itu dibahas Menteri Keuangan bersama DPR. Ia menambahkan, jika MPR punya alasan untuk menaikkan anggaran, itu harus diperjuangkan dalam pembahasan DPR.
Menurut sikap MPR, MPR hanya menggunakan lembaga itu untuk mengintimidasi pejabat lain.
Lucius menilai Ani pasti punya alasan khusus untuk memotong anggaran MPR-nya. Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah kinerja MPR tahun 2021 yang belum mencapai target.
“Jadi menteri keuangan itu semacam hukuman Dengan mengurangi anggaran MPR. Pada kenyataannya, anggaran Anda harus berbasis kinerja. Lembaga yang kinerjanya buruk harus dihukum dengan pemotongan anggaran.”
Jika melihat anggaran MPR, terlihat penurunan dimulai dari Rp 1,4 triliun pada 2018 menjadi Rp 958 miliar pada 2019. Penyerapan atau realisasi periode dua tahun sebesar Rp 899 miliar pada 2018 dan Rp 887 miliar pada 2019 belum maksimal.
Anggaran MPR 2020 kemudian diturunkan kembali menjadi Rp 800,5 miliar dengan realisasi Rp 702,4 miliar. Pemerintah telah mengalokasikan Rp 777,3 miliar untuk MPR pada tahun 2021. Namun, hingga akhir November 2021, realisasinya hanya sebesar Rp 750,9 miliar.
Kemudian, anggaran MPR tahun depan turun menjadi Rp 695,7 triliun. Angka ini merupakan penurunan 10% dari batas 2021.
Lisman Manurung, pakar kebijakan publik sebuah universitas di Indonesia, mengatakan komentar berbagai pimpinan MPR bertentangan dengan etika dan tata krama politik. Dia menilai lembaga tinggi seperti MPR tidak bisa memecat menteri.
Lisman juga menyayangkan pernyataan MPR di ruang publik. Pasalnya, MPR menilai secara internal seharusnya bisa membahas pengaduan langsung dengan Menteri Perbendaharaan.
Selain tidak sedap dipandang oleh masyarakat, dia menilai pernyataan MPR justru bisa menjadi bumerang. Karena yang penting bukan hak rakyat, tapi anggaran MPR itu sendiri.
Dia mengatakan pada Rabu (1/12), “Saya menggunakan ungkapan bahwa organisasi non-pemerintah (LSM) telah dihapus, dan jika itu adalah lembaga negara resmi, ada juga sopan santun politik.”
Dari pandangannya, MPR tidak perlu marah-marah di depan umum soal administrasi dan prosedural seperti pemotongan anggaran.
Ia juga berspekulasi bahwa kemarahan MPR mungkin ada hubungannya dengan kepentingan pada 2024, ketika berbagai pihak mulai maju tahun depan. Dia mengingatkan MPR bahwa masalah mendapatkan simpati publik bisa menimbulkan citra negatif Partai Rakyat jika tidak hati-hati dalam menarik perhatian publik menjelang pemilu.
Lisman bilang kamu tidak mendapat simpati. Yang ada adalah Bamsoet dkk kehilangan wibawanya karena tidak ada akibat perilaku MPR dalam hal kinerja.
“Saya kira ini masalah administrasi.meledak Dan itu tidak penting. Orang-orang tidak terlalu peduli, bukan?” katanya.
masalah komunikasi politik
Baca halaman selanjutnya
Terimakasih Ya sudah membaca artikel Kondisi Mental MPR Sirna Di Balik Masalah Anggaran Sri Mulyani
Dari Situs Fikrirasy ID