Fikrirasy.ID – Pemerintah berencana menghapus bahan bakar minyak (BBM) premium dan pertalite secara bertahap untuk memperbaiki kondisi lingkungan. Keputusan ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Banyak ojek online dan tukang ojek online yang menolak rencana penghapusan kedua jenis bahan bakar tersebut karena menggunakan jenis yang lebih mahal akan memberatkan secara ekonomi.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia, melalui salah satu pimpinannya, mengatakan inisiatif tersebut “lebih dipengaruhi oleh motif ekonomi yang ditimbulkan oleh alasan lingkungan”.
Bhima Yudhistira, Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS), melihat rencana itu sebagai upaya ekonomi untuk menghemat uang dari ekspansi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca juga:
Bocoran Temukan Oppo X Generasi Terbaru, Dapatkan Chipset Premium Ini
Apalagi, kata dia, rencana tersebut berpotensi menimbulkan inflasi yang tinggi di masyarakat.
Namun Fabby Tumiwa, direktur eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan dia setuju dengan rencana tersebut karena bisa membuat orang menggunakan bahan bakar lebih rasional dan memperbaiki lingkungan.
Baca lebih lajut:
Komisi VII DPR Dyah Roro Esti setuju dengan rencana tersebut, namun harus menjelaskan kepada publik betapa terjangkaunya Pertamax dan Pertamax Turbo ke depan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan penghapusan itu bertujuan “untuk meningkatkan kualitas bahan bakar dan mengurangi emisi karbon.”
Baca juga:
PKS tanggapi rencana penghapusan premi dan pertalite
Soerjaningsih, Direktur Pengembangan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menjelaskan Indonesia saat ini memasuki masa transisi dimana Premium digantikan oleh Pertalite dan akhirnya menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.
Sementara itu, Pertamina menegaskan akan terus memasok Pertalite ke SPBU di Indonesia pada 2022.
Beralih dari premium ke pertalite dapat mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 14%. Kemudian ubah ke Pertamax dan Anda dapat mengurangi emisi CO2 Anda sebesar 27%.
‘Ini memiliki dampak besar pada kami’
Misong, 38, yang tinggal di Bekasi, bekerja sebagai tukang ojek online. Selama pandemi, ia memperoleh rata-rata Rp100.000 per hari.
Dia Rp per liter. Rp per hari untuk BBM Pertalite dengan harga 7.650. Saya menggunakan 30.000.
Douglas mengakui, Pertamax 9.000 rupiah atau Pertamax Turbo 12.000 rupiah cukup berat.
“1.000, 2000 itu berdampak besar pada kami, makanan kami, keluarga kami dan anak-anak sekolah kami. Jika memungkinkan, jangan kehilangan Pertalite dan tetap Premium lagi,” katanya kepada BBC News Indonesia Senin (27/12).
Sopir taksi Wu Zhang juga keberatan karena harus mengisi bahan bakar dengan Pertamax yang jauh lebih mahal dari Pertalite.
“Di masa pandemi sekarang susahnya bawa uang ke dalam rumah. Nanti harus isi dulux dulu. Terus kita gimana?” Dia komplain
Sebelum, Situs web Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tercatat bahwa rencana untuk menghilangkan kedua jenis bahan bakar tersebut dilakukan untuk memperbaiki kondisi lingkungan.
Soerjaningsih, Direktur Pengembangan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, mengatakan: “Kita memasuki masa transisi dimana Premium digantikan oleh Pertalite sebelum akhirnya menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.”
Soerjaningsih mengatakan Premium RON 88 saat ini baru tersedia di 7 negara.
Peta jalan pemerintah saat ini (peta jalan) bahan bakar ramah lingkungan, nantinya Pertalite juga akan diganti dengan bahan bakar yang lebih berkualitas.
“dengan peta jalan Pada titik ini, akan tiba saatnya kita akan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan. Pertalite tipis, Seharusnya bergerak Dari Pertalite ke Pertamax.”
“Motif Ekonomi Berbalut Alasan Lingkungan”
Dwi Sawung dari Walhi melihat inisiatif ini sebagai “motif ekonomi yang diselimuti alasan lingkungan.”
“Kalau memang peduli lingkungan, kenapa pemerintah pusat mengajukan banding atas keputusan pencemaran udara? [Jakarta]? Untuk lingkungan, seharusnya kemarin, bukan sekarang,” kata Sawung.
Sawung menjelaskan, sebelumnya Walhi telah mendorong pemerintah untuk mengubah standar emisi Euro 4.
Premium adalah nilai oktan (penelitian oktan/RON) 88, Pertalite mengandung RON 90.
Dalam standar Euro 4 nilai RON minimal adalah 91 yang sudah termasuk bahan bakar Pertamax RON 92 dan Pertamax Turbo RON 98.
Anggaran negara yang meningkat dan kemungkinan hiperinflasi
Bhima Yudhistira, Direktur Center for Economic and Legal Studies (CELIOS), mengatakan rencana penghapusan itu karena lonjakan anggaran negara selama pandemi, yang kini memiliki utang Rp 6.711 triliun.
Sementara itu, pemerintah harus mengurangi tingkat defisit fiskal hingga 3% atau kurang pada tahun 2023.
“Makanya kita fokus menabung. Tapi pertanyaannya, apakah saya harus mengurangi BBM dan subsidi untuk menabung?” kata Bima.
“Ada realokasi anggaran lainnya, dan masih banyak kelonggaran fiskal, seperti belanja barang-barang pemerintah, belanja pegawai negeri sipil, dan membayar bunga utang sebelum menargetkan barang-barang yang dikonsumsi masyarakat,” katanya.
Menurut data Pertamina, konsumsi BBM nasional terbesar pada November 2020 sekitar 63% Pertalite, 23% Premium, 13% Pertamax, dan 1% Pertamax Turbo.
“Artinya melepasnya dan beralih ke Pertamax bisa menyebabkan inflasi tinggi, kemungkinan hiperinflasi, karena ketergantungan yang tinggi pada Pertalite dan Premium.
“Begitu juga dampak pandemi dengan kondisinya saat ini. Daya beli belum pulih, gas elpiji nonsubsidi meningkat, kebutuhan pokok meningkat, tarif listrik diusulkan naik, dan tarif PPN dinaikkan dari 10% menjadi 11 %.%, sekarang ketika bahan bakar habis Kemiskinan dan ketimpangan diperkirakan akan meningkat, dan akan lebih tinggi lagi pada tahun 2022, ”kata Bhima.
Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penawaran, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM tiga jenis bahan bakar.
Pertama, jenis Bahan Bakar Minyak (JBT) tertentu yang diberi harga dan disubsidi oleh pemerintah, seperti solar dan minyak tanah.
Kedua, jenis Bahan Bakar Minyak (JBKP) yang tidak bersubsidi dan didistribusikan di wilayah Visaba, Madura dan Bali yaitu RON 88 atau bensin premium.
Terakhir adalah jenis bahan bakar generik bersubsidi (JBU), kecuali JBT dan JBKP seperti seri Pertalite dan Pertamax.
‘Untuk rasionalitas lingkungan dan masyarakat
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyetujui penghapusan Premium dan Pertalite yang seharusnya selesai pada 2020.
“Karena udara yang buruk memiliki biaya kesehatan yang tinggi, penghapusan diharapkan dapat menciptakan kualitas udara yang lebih baik dan dampak kesehatan yang lebih rendah pada masyarakat,” kata Fabby.
Fabby menambahkan, dengan meniadakan jenis bahan bakar tersebut dan menaikkan harga ke pasar tanpa subsidi, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih rasional dalam hal penggunaan energi.
“Kalau mau subsidi, subsidi angkutan umum, subsidi kesehatan, jangan ke produk lagi. Upaya ini juga mendorong pergeseran ke angkutan umum. Ini harus didorong,” kata Fabby.
Namun, yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah harga Pertamax tidak boleh terlalu mahal dan harus diatur secara transparan.
“Saya rasa harga Pertamax tidak akan setinggi sekarang kalau Premium dan Pertalite tidak lagi dijual, karena produk akan lebih sedikit sehingga akan mengurangi biaya logistik dan inventory. Mungkin sama saja dengan harga pertamax. harga Pertalite saat ini,” kata Faby.
“Terserah pemerintah untuk mengatur harga agar tidak jauh berbeda dengan pertalite saat ini dan tidak memerlukan subsidi,” katanya. “Lingkungan akan membaik.”
mekanisme harga
Dyah Roro Esti, Anggota VII Komisi Energi, Riset, dan Teknologi DPR, setuju dengan rencana pencabutan itu, meski perlu beberapa catatan.
“Jangan sampai perubahan ini menambah beban masyarakat, apalagi di masa pandemi ini,” kata Dyah. Diperlukan pergeseran berkala untuk menurunkan Premium dan Pertalite dengan edukasi, sosialisasi dan kampanye.”
Untuk itu, Komite VII DPR akan melakukan pembahasan yang lebih matang dengan Departemen ESDM dan Pertamina, khususnya mengenai rencana mekanisme harga, kata Dyah.
“Kalau BBM jenis ini dihapus, apa yang menjadi pertanyaan ke depan? Bagaimana intervensi pemerintah terhadap harga? Bisakah Pertamax dan Pertamax plus menggunakan skema yang ada? Atau skema subsidi seperti apa yang bisa digunakan ke depan?” dikatakan.
Pertalite masih tersedia di 2022
Sementara itu, Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan Pertamina akan terus memasok Pertalite dari SPBU di Indonesia pada 2022.
“Untuk itu masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap mengisi BBM sesuai kebutuhan dan spesifikasi kendaraannya,” kata Fajriyah.
Ia menambahkan, Indonesia akan terus bergerak ke bahan bakar yang lebih berkualitas.
“Nanti Pertamina juga ikut pemerintah peta jalan untuk konversi bahan bakar,” katanya.
Sementara itu, Fajriyah mengatakan itu kewenangan pemerintah terkait penghapusan Premium.
Dia mengatakan, “Premium saat ini hanya digunakan di 7 negara, dan memang benar bahwa konsumen menggunakannya sangat sedikit.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah mobil di Indonesia mencapai 136,32 juta pada tahun 2020. Di antaranya, ada 115,29 juta sepeda motor dan 15,8 juta mobil penumpang.
Kemudian, menurut data BPH Migas, konsumsi BBM nasional pada 2020 sebesar 65 juta kiloliter atau 1,06 juta barel per hari.
Dalam Laporan Transparansi Iklim 2020, transportasi menyumbang 27% dari emisi sektor energi Indonesia dan menempati urutan kedua setelah industri sebesar 37%.
Terimakasih Ya sudah membaca artikel Pertalite akan dihapus Walhi: Motivasi Ekonomi Berbalut Lingkungan
Dari Situs Fikrirasy ID