Fikrirasy.ID – Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual melihat Kalimantan sebagai calon pemimpin baru, tetapi tidak aman bagi korban kekerasan seksual.
Anggota jaringan Kalimantan Dita Wisnu mengatakan kekerasan dan kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat di Kalimantan.
Ditta mengatakan dalam diskusi virtual pada Jumat (26 November 2021) bahwa “Kalimantan siap menjadi ibu kota negara baru pada 2022, tetapi kita tahu bahwa kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual, juga meningkat.” .
Dia menjelaskan, ada 261 kasus kekerasan seksual di Kalbar saja, 137 di antaranya terjadi pada tahun 2021. Di Kalimantan Timur, ada 363 insiden kekerasan terhadap perempuan dan anak, 183 di antaranya adalah kekerasan seksual.
Baca juga:
Tingkatkan kesadaran akan kekerasan terhadap perempuan dengan 4 cara ini!
“Sementara Kalbar dan Kaltim memiliki tingkat kekerasan tertinggi, ada 230 insiden kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalsel, 73 di antaranya adalah kekerasan seksual,” katanya.
Di Kalimantan bagian utara, terdapat 148 kasus kekerasan seksual dan 62 kasus. Kalimantan Tengah memiliki 115 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 47 kasus kekerasan seksual.
“Biasanya terjadi di kota-kota besar seperti Ketapang, Samarinda, Banjarmasin, Tarakan, Kapuas dan Palangkaraya,” kata Ditta.
Dia juga mengatakan masih kekurangan tenaga di Kalimantan untuk mendampingi para korban dan mengambil sudut pandang mereka.
“Dan dari sisi korban, ketersediaan sumber daya yang berkualitas dan berkompeten dengan hak dan hak asasi perempuan dan anak masih sangat minim. Ini termasuk tempat penampungan aman, organisasi layanan bahkan organisasi masyarakat sipil. Perlindungan korban menjadi pendamping korban,” katanya.
Kasus-kasus kekerasan seksual, serta kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, seringkali diselesaikan dengan hukum umum daripada hukum pidana.
Baca juga:
penting! Sekda PPPA Tegaskan Kekerasan Seksual Pelanggaran HAM
“Masalah perdata terkait adat didamaikan karena masalah seperti ini dianggap masalah perdata dan bukan pidana. Apalagi di Kalimantan, masyarakat Dayak ini komunal dan berhubungan darah, desa ke desa,” kata Ditta.
“Tidak masalah jika menikah atau membayar denda adat, tetapi hukum resmi sangat minim,” katanya.
Karena itu Ditta mendesak DPR agar segera mengesahkan Undang-Undang Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang sudah delapan tahun tidak disusun.
“Jadi, teman-teman Republik Demokratik Rakyat Korea dan pemerintah, pikirkan, termasuk mereka yang masih meragukan atau menolak RUU TPKS ini. Pikirkan sudah berapa lama Anda berada di DPR dan pemerintah. Kita tidak pernah tahu siapa korban selanjutnya. Tidak. Cicit kami adalah korbannya,” katanya.
RUU TPKS
Diketahui, Panja RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak menggelar rapat paripurna pada 25 November untuk memutuskan RUU TPKS Tingkat 1 pada 25 November.
Ketua TPKS RUU Panja Willy Aditya mengatakan, saat ini ada dua fraksi yang menyurati Panja. Teks kedua kubu pada dasarnya menuntut agar pertemuan itu ditunda untuk ditinjau. Sementara itu, beberapa fraksi lain juga telah memberikan komentar.
“Ya kalau surat resminya ke Golkar dan PPP, surat resminya minta ditunda lagi. Ini yang kita lihat sebenarnya,” kata Willy, Kamis di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (25/11/2021).
Willy mengatakan, isi RUU TPKS bisa dibilang hampir lengkap. Namun, upaya ini kemudian ditolak.
Terimakasih Ya sudah membaca artikel Masyarakat Sipil Sebut Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Calon Ibukota Baru Terus Meningkat
Dari Situs Fikrirasy ID